Terapi Seni
Menurut AATA (American Art Theraphy Association), terapi seni dapat diartikan
sebagai suatu kegiatan terapeutik yang menggunakan proses kreatif dalam lukisan
untuk menambah baik dan menyempurnakan fisikal, mental dan emosi individu di bawah
semua peringkat umur.
Manfaat dari terapi seni, sebagai
berikut:
1.
Membuat gambar
atau simbol yang mewakili suatu masalah, perasaan dan tema dalam hubungan
dengan ceritanya.
2.
Secara visual
dapat mengembangkan gambaran mengenai lingkungan dan mengenali kedudukannya
dalam lingkungan tersebut.
3.
Mengeksplorasi
setiap perubahan yang sudah terjadi dalam lingkungan atau perubahan yang akan
mereka buat setelah beberapa waktu.
4.
Menciptakan
sekuel yang mengekspresikan perkembangan kronologis dari cerita pribadinya,
seperti buku komik.
5.
Membuat
pernyataan yang kuat dalam bentuk yang bisa diterima. Sebagai contoh perilaku
agresif, dapat diekspresikan dalam sebuah gambar. Dengan cara ini, perilaku
yang tertahan dapat dikeluarkan. Hal ini membuat anak dapat bereksperimen
dengan mengalami emosi negatif.
6.
Memungkinkan
anak berlaku konstruktif dan destruktif, namun dalam cara yang bermanfaat.
Sebagai contoh, anak dapat merusak gambar yang sudah mereka buat dengan
mencorat-coret atau merusak seluruh gambar dengan menyobek-nyobeknya dan
membuangnya, yang menyimbolkan sesuatu yang membuatnya marah.
7.
Anak yang tidak
dapat membicarakan keinginannya dan kebutuhannya dalam hubungan dengan situasi
masa lalu, sekarang dan masa depan, dapat melakukan hal tersebut dengan
menggunakan bahasa simbolis berupa menggambar, melukis atau kreasi konstruksi
yang artistik.
Semua media yang digunakan dalam terapi seni ini
berpengaruh karena memungkinkan anak mengekspresikan dan mengkomunikasikan pikiran
internal, perasaan dan pengalaman dengan menggunakan daya khayal individual dan
simbol-simbol.
Dalam
memilih apa yang digambar atau dilukis, kita perlu mengingat bahwa anak akan
berkinerja dengan keterampilan yang bervariasi, bergantung pada usia
perkembangannya. Konselor harus mempunyai pemahaman tentang tingkat
keterampilan yang tepat dilihat dari sudut perkembangan sehingga kinerja anak
tidak diinterpretasikan secara keliru sebagai abnormal dan dapat memperoleh
manfaat terapeutik yang optimal pada penggunaan media ini.
1.
Anak usia di
bawah 4 tahun.
Normal dan lazim jika mencorat-coret dan
bereksperimen dengan mencoba cara-cara menggambar yang baru. Mereka tidak
menghubungkan warna yang digunakan dalam lukisannya dengan warna objek yang
sesungguhnya, dan kebanyakan menggunakan pilihan warna yang merespon perasaan
emosionalnya. Meskipun konselor tidak dapat memahami arti dari gambar atau
coretan, anak tahu apa yang diwakili oleh gambar itu. Biasanya anak dalam
kelompok usia ini tidak mau menceritakan kepada konselor apa yang mereka
gambar, kecuali diminta. Kadang-kadang anak juga mengubah arti gambar,
mula-mula menyebutnya gambar orang, kemudian gambar anjing, dan selanjutnya
gambar ibu sedang berbelanja.
2.
Anak usia 4-6
tahun.
Memandang gambar atau lukisannya sebagai
sesuatu barang berharga yang telah mereka buat. Mereka mungkin ingin
menyimpannya atau memberikannya ke seseorang.
3.
Anak usia 5-7
tahun.
Proporsi gambar sosok manusia cenderung
tidak realistis. Anak mungkin menggambar manusia dengan tangan yang besar dan
tidak proporsional dengan tubuhnya.
4.
Anak usia 7 atau
8 tahun.
Mulai menggambar manusia di tepi bawah
kertas dan menggambar beberapa hal lain disekeliling sosok manusia tersebut,
seperti langit, burung, matahari atau awan. Warna yang digunakan lebih
realistik. Namun gambar yang anak buat adalah “gambar tembus pandang”, sebagai
contoh gambar rumah yang menunjukkan baik bagian luar rumah dan gambar
ruangan-ruangan di dalam rumah. Sama seperti, anak menggambar ibunya yang
sedang hamil ditambah dengan gambar bayi di dalam perut ibu. Anak juga menggambar
beberapa peristiwa yang berbeda, yang terjadi pada berbagai tahapan waktu,
dalam satu gambar.
5.
Anak usia 8
tahun ke atas.
Simbol menjadi lebih kompleks artinya
dan gambar mulai mencerminkan perbedaan individual sesuai dengan kebutuhan dan
masalah anak. Pada tahap ini ada kecenderungan ketertarikan dengan detail dan
pola. Sebagai contoh, anak perempuan mungkin menggambar rok dengan hiasan yang
sangat detail, dan anak laki-laki menggambar pesawat terbang atau roket dengan
rancangan yang sangat detail.
6.
Anak pra-remaja.
Motivasi ketika menggambar menjadi
kurang terfokus pada apa yang anak lihat dan lebih terfokus pada pengalaman
emosional atau subjektif anak. Anak yang lebih muda akan menggambar atau
melukis seolah mereka adalah penonton suatu adegan dan akan mencoba menyajikan
gambarnya secara tiga dimensi dengan menggunakan perspektif. Sebaliknya, anak
pra-remaja lebih suka menggambar atau melukis seolah mereka langsung terlibat
dalam aksi dan menggunakan warna-warna yang sesuai dengan emosinya.
Meskipun terlihat adanya tahap
perkembangan yang terkait usia dalam menggambar dan melukis, ada cara-cara yang
sifatnya lebih umum dimana anak biasanya merefleksikan perasannya melalui
penggunaan garis, bentuk dan warna.
Dimensi
|
Interpretasi
|
Lokasi/
Penempatan
|
|
Tengah
|
Normal, masuk akal, tenang
|
Atas kanan
|
Cenderung intelek, menahan ekspresi
perasaan
|
Atas kiri
|
Semau sendiri, selalu ingin memuaskan
kebutuhan emosional, orientasi masa lalu
|
Rendah
|
Perlu dukungan, kurang percaya diri
|
Ukuran
|
|
Sangat besar
|
Agresif, ekspansif, cenderung
membesarkan diri, dapat berperan
|
Sangat kecil
|
Inferior, takut, tidak tenang, tidak
efektif, terbatasi, depresif dengan tekanan
|
Tekanan
pensil/ kualitas garis
|
|
Bervariasi
|
Fleksibel, adaptif
|
Tebal
|
Tanda tekanan, tingkat energi, kuat
mampu memerankan
|
Tipis/ shet
|
Enggan, tidak dapat memutuskan, takut,
tidak tenang, terbatasi, tingkat energi rendah
|
Garis berbayang
|
Gelisah
|
Garis panjang
|
Perilaku terkontrol, dibatasi
|
Garis pendek
|
Semaunya sendiri
|
Garis lurus tidak terputus
|
Tegas dan mampu menentukan
|
Organisasi dan
simetri
|
|
Aneh
|
Cenderung schizoid
|
Diberi box
|
Sulit mengontrol, ketergantungan,
hidup pada struktur
|
Diringkas
|
Ingin menghilangkan konflik
|
Sangat simetris
|
Obsesi-kompulsif, mempertahankan diri
terlalu intelektual, dingin, berjarak, hipertensif, perfeksionis
|
Kurang simetris
|
Tidak tenang, kontrol dorongan kurang
konsep diri, tidak seimbang
|
Menghapus
|
|
Berlebihan
|
Tidak pasti, tidak dapat menentukan,
tidak tenang, obsesif-kompulsif
|
Perbaikan
|
Fleksibel, menyesuaikan untuk kepuasan
|
Menempat
|
Masalah dengan bagian itu
|
Detil
|
|
Tidak ada
|
Psikosomatik,kondisi hipertensi atau
depresif dan menarik diri
|
Berlebihan
|
Cenderung obsesi-kompulsif, kasar dan
atau gelisah, sangat emosional
|
Aneh
|
Psikosis
|
Organ dalam di gambar
|
Menyukai khayalan romantik,
shizoprenic dan manic, kurang dapat menetukan, gangguan seksual yang
ditujukan oleh organ seksual
|
Busana luar
|
Pamer
|
Distorsi dan
penghapusan
|
|
Distorsi
|
Kacau, psikotik atau shizoprenic
|
Penghapusan
|
Konflik penolakan
|
Perspektif
|
|
Dari bawah
|
Penolakan, tidak bahagia, menarik diri
|
Dari atas
|
Rasa superior, kompensasi karena
perassaan tidak memadai yang mendasar
|
Bayangan
|
|
Wilayah terbayang
|
Gelisah
|
Tidak ada
|
Gangguan sifat
|
Warna
|
|
Hitam
|
Depresi, tekanan, penahanan, tidak
memadai, mengutuk diri
|
Merah
|
Masalah atau marah, reaksi marah atau
reaksi marah atau keras, membutuhkan kehangatan dan kasih sayang
|
Orange
|
Ekstroversi, respon emosional pada
dunia luar, perjuangan untuk kehidupan atau kematian
|
Kuning
|
Ceria, intelek, lepas, ekspansif,
gelisah
|
Hijau
|
Penuh kasih, ego sehat, damai, aman
|
Biru
|
Tenang, terkontrol, dingin, menjaga
jarak, menarik diri
|
Ungu
|
Emosional, penuh kasih di dalam, di
luar tegas, membutuhkan kontrol untuk memiliki, perasa, aman, pas, tegas,
dekat dengan alam
|
Abu-abu
|
Melepaskan diri, represi, menolak,
menetralkan emosi
|
Putih
|
Pasif, kosong, depersonalisasi,
kehilangan kontak dengan realitas
|
Fokus penggunaan media dalam terapi seni
adalah kreativitas. Media yang digunakan dalam konseling anak:
1.
Menggambar dan
melukis
1.1.
Material yang
dibutuhkan:
Menggambar
|
Melukis dengan
Kuas
|
Melukis dengan
Jari
|
Selembar kertas gambar putih atau
bewarna berbagai ukuran
|
Kertas roti atau kertas gambar yang
besar
|
Kertas poster atau gambar yang besar
|
Pensil
|
Cat akrilik atau poster
|
Alas polietien
|
Pena warna
|
Kuas dengan bulu yang besar
|
Cat akrilik atau poster
|
Pastel
|
Celemek plastik untuk melindungi
pakaian
|
Wadah cat untuk memegang dan
menyemprotkan cat
|
Krayon
|
Akses ke air
|
Wadah semprotan krem cukur
|
Pena fluoresen (highlighter) dengan warna-warna cerah
|
Pewarna dari tumbuhan
|
|
Celemek plastik untuk melindungi
pakaian
|
||
Permukaan kerja horizontal
|
||
Akses ke air
|
1.2.
Tahap terapi
seni dengan media menggambar atau melukis:
a.
Latihan
pemanasan awal.
Ø Chasey
Konselor menggunakan pena bewarna untuk
membuat lingkaran di kertas dengan terus-menerus mengubah arah, sementara anak
dengan memakai pena yang warnanya berbeda, mencoba mengikuti dan mendekati
konselor. Setelah beberapa waktu, konselor berhenti, memegang gambar ke atas
dan mengatakan, “Apa yang kita gambar? Bisakah kamu menemukan sesuatu dalam
gambar ini? Apakah kelihatan ada sesuatu?” Jika anak tidak mempunyai ide,
konselor dapat memberi saran dengan idenya sendiri.
Ø Tn. Squiggle
Anak diminta menggambar garis, atau
coretan di lembaran kertas dan konselor kemudian menggunakan garis untuk
membuat gambar sederhana, seperti menambahkan mata dan kumis pada coretan anak
untuk menggambar seekor kucing.
b.
Latihan
pemanasan untuk membantu anak “berkontak” dengan perasaan.
Tujuan latihan pemanasan adalah membuat
anak merasakan perasaannya dan membantu anak untuk mulai menggunakan media.
Ø Membantu anak untuk merasakan apa yang dialami
tubuhnya.
Ø Memberikan kontras, dapat mengatakan “Berdirilah,
pejamkan matamu dan sentuh langit-langit” dan “Gambarkan bagaimana rasanya”. Anak
juga bisa diminta untuk meringkuk seperti bola di lantai kemudian menggambarkan
apa rasanya.
Ø Sesudah melakukan latihan tersebut, kita dapat
menanyakan kepada anak tentang pengalamnnya yang baru saja berlalu.
Ø Begitu anak bisa merasakan apa yang dirasakan tubuh,
konselor dapat memintanya untuk menggambarkan perasaannya dengan mengatakan,
“Coba buatkan saya gambar yang menunjukkan kepada saya bagaimana perasaanmu
sekarang.”
c.
Menggunakan
teknik menggambar dan melukis.
Menggambar
atau melukis
|
Melukis dengan
jari
|
Meminta anak untuk menciptakan
dunianya pada selembar kerta, menggunakan bentuk-bentuk, garis dan warna,
seperti “Bayangkan duniamu sebagai garis, bentuk dan warna. Gunakan seluruh
kertas untuk menunjukkan kepada saya dimana orang-orang, tempat dan barang-barang
berada di dalam duniamu.” Terutama untuk anak usia 8-9 tahun, menggambar atau
melukis yang melibatkan fantasi adalah tak ternilai harganya, yang
memungkinkan mereka dapat melepaskan emosi. Teknik menggunakan bentuk, garis
dan warna juga dapat digunakan secara efektif untuk membantu anak menggambar
keluarganya, seperti “Bayangkan masing-masing anggota keluargamu dan
gambarkan mereka seolah mereka adalah bentuk, garis atau warna pada kertasmu”.
|
Membuat anak-anak bereksperimen dengan
lukisan jari. Biarkan anak menyemprotkan krem cukur pada lembaran polietilen,
kemudian mewarnai krem cukur tersebut dengan meneteskan pewarna makanan dan
mencampurnya.
|
Konselor dapat mengeksplorasi hubungan
antar-bentuk dengan memperhatikan kedekatan beberapa bentuk terhadap yang
lain , atau jarak antara beberapa bentuk dengan yang lain.
|
Melukis dengan jari sebaiknya
dilakukan pada selembar kertas roti yang besar menggunakan cat akrilik dalam
wadah plastik yang dapat disemprotkan atau dipercikkan ke kertas. Anak kemudian
didorong untuk menyebarkan cat dengan jarinya.
|
Konselor dapat menggunakan pernyataan
umpan balik untuk mendorong anak membicarakan makna relatif ini, seperti
“Saya perhatikan bentuk yang ada di sini letaknya jauh dari bentuk yang lain”.
|
Konselor dapat menanyakan kepada anak
“Mari kita lihat apakah kamu bisa menunjukkan kepada saya begaimana
perasaanmu dengan membuat gambar dengan cat itu”.
|
Meminta anak membayangkan bahwa mereka
adalah sebatang pohon. “Bayangan kamu adalah pohon dan buatlah gambar diri kamu
sebagai pohon”. Hal ini untuk membantu anak untuk menemukan lebih banyak
tentang dirinya sebagai seorang individu.
|
Melukis dengan jari melibatkan
pengalaman taktil dan kinestatik. Hal ini dapat memberi efek memenangkan dan
mengalir atau mendorong ekspresi ekspansif (terbuka) dan kurang terkontrol.
|
Anak-anak terkadang membutuhkan pemicu
dan bantuan untuk menemukan kreativitasnya. Pada keadaan ini, konselor dapat
mengajukan pertanyaan, seperti “Jenis pohon apakah kamu? Apakah ada buahnya?
Apakah besar? Apakah tinggi? Apakah ada bunganya? Apakah bunganya banyak,
atau hanya beberapa? Apakah ada dahanmu yang patah? Apakah daun-daunmu kecil
atau besar? Apakah kamu tumbuh di dekat pohon lain atau sendirian?”.
|
|
Meminta anak untuk menguraikan
gambarnya, “Berpura-puralah menjadi pohon itu dan katakan kepada saya apa
rasanya berada di gambar itu?”. Ini
sangat bermanfaat dalam membantu anak untuk mulai membahas masalah-masalah
pribadi.
|
1.3.
Topik yang
bermanfaat untuk menggambar dan melukis:
a.
Buatlah gambar
ketika kamu bayi.
b.
Buatlah gambar
sakit kepalamu.
c.
Buatlah gambar
kemarahan kamu.
d.
Buatlah gambar
kecemasan kamu.
e.
Buatlah gambar
dimana kamu ingin berada jika kamu bisa membuat mukjizat.
f.
Buatlah gambar
mimpimu atau buatlah gambar mimpi burukmu.
Dengan masing-masing gambar atau lukisan, akan bermanfaat jika kita
mengeksplorasi bagaimana anak merasa ketika mereka melibatkan dirinya sendiri
ke dalam gambar tersebut.
Melukis mempunyai nilai tambah karena
tekstur dan kualitas aliran dari cat, sehingga lebih kuat dalam membuat anak
berkontak dengan emosinya. Saat menggambar, anak-anak cenderung lebih
representasional.
2.
Menempel
Menempel adalah media yang paling cocok
digunakan untuk meminta anak membuat foto diri. Foto diri dalam bentuk menempel
akan membantu anak menjadi lebih menyadari persepsinya akan diri mereka dan
dapat memberi kepada mereka, kesempatan untuk beralih dari deskripsi
superfisial (permukaan) menjadi pengungkapan diri yang lebih besar.
2.2.
Material yang
dibutuhkan untuk menempel:
a.
Kertas atau
kartu yang besar, baik putih atau bewarna.
b.
Lem atau perekat
lain yang cepat mengering.
c.
Gunting.
d.
Staples.
e.
Pita penutup.
f.
Plester.
g.
Benang.
Karya tempel dapat dibuat dengan memakai
gambar-gambar dan kata-kata yang dipotong dari majalah atau koran, serta dapat
menambahkan hiasan seperti glitter, benang rajut, serbuk gergaji, wool bewarna,
dan lain-lain.
2.3.
Tahap terapi
seni dengan media menempel:
a.
Mengundang anak
memilih material yang disediakan untuk membuat gambar diri mereka. “Saya lihat
kamu memilih serbuk gergaji yang garing ini untuk rambutmu, bagimana rasanya
mempunyai rambut yang garing seperti serbuk gergaji?”
b.
Menempel dapat
digunakan pada anak yang lebih tua untuk mengeksplorasi persepsinya mengenai
masalah dan peristiwa dalam kehidupannya. Anak yang lebih tua sering menggunakan
gambar dan kata-kata dari berbagai jenis ukuran
untuk membuat pernyataan tentang masalah sekarang atau masalah di masa
lalu yang menjadi keprihatinan mereka. Bergantung pada material yang tersedia
menempel kadang-kadang dapat beralih menjadi aktivitas konstruksi.
3.
Konstruksi atau
patung
Konstruksi atau patung sering bermanfaat
untuk anak yang ceroboh atau kikuk, atau yang hanya mengalami sedikit
kesuksesan dalam hidupnya.
3.1.
Material yang
dibutuhkan untuk kerja konstruksi:
a.
Wadah plastik.
b.
Kaleng bekas.
c.
Batang es loli.
d.
Kardus bekas.
Dalam konstruksi, material yang dipakai
dapat dibuat dengan menggunakan sampah rumah tangga yang bersih, yang tidak
membahayakan keselamatan untuk membuat sosok tiga dimensi. Patung yang terbuat
dari bahan-bahan tersebut jelas dibuat dengan menyatukan beberapa benda, untuk
menyatukan beberapa benda tersebut dapat menggunakan lem, tusuk gigi, double
tip, penjepit kertas, dan lain-lain.
3.2.
Tahap terapi
seni dengan media konstruksi atau patung:
a.
Sementara anak
membuat patung, konselor dapat mengamati respon anak terhadap kegagalan,
kesuksesan, pengambilan keputusan, pemecahan masalah dan penyelesaian tugas.
b.
Konselor dapat
mengamati cara anak menangani grafitasi yang tertunda dan kemudian membuat
pertanyaan, seperti “Saya perhatikan kamu keras terhadap diri sendiri saat kamu
melakukan kesalahan” atau “Saat sesuatu tidak berjalan dengan benar, kamu kelihatannya
mudah menyerah”. Kesadaran anak akan perilakunya akan meningkat, sehingga
masalah yang relevan bisa dibahas.
DAFTAR PUSTAKA
Geldard, Kathryn dan David Geldard. 2012. Konseling Anak-anak. Sebuah Pengantar Praktis. Jakarta: PT
Indeks
Loekmono, Lobby. 2005. Testign dalam Konseling. Salatiga: Widya Sari
Daniel Kriswidianto. 2012. Art Theraphy (Terapi Seni). Danielkrisiwidianto.blogspot.com/2012/10/art-theraphy-terapi-seni.html?m=1.
28 Januari 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar